Kegiatan ekonomi tidak akan pernah terlepas dari adanya persaingan antar pelaku usaha. Semakin banyaknya keinginan setiap orang untuk menjadi pelaku usaha maka akan semakin tinggi pula daya saing antar pelaku usaha tersebut. Pelaku usaha sebagai subjek ekonomi senantiasa melakukan berbagai macam cara untuk memaksimalkan keuntungan dalam menjalankan kegiatan usahanya (maximizing profit).

Salah satu upaya yang dewasa ini dilakukan oleh pelaku usaha adalah tindakan pengembangan berupa Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan atau yang dikenal juga dengan Merger, Konsolidasi dan Akuisisi (MKA). Dalam menjalankan MKA tersebut, tentunya harus memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku. Ketentuan BAB V Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memberikan ketentuan tentang MKA sebagai berikut:

Pasal 28

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Ketentuan lebih lanjut tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 (PP 57/2010). Bagi badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas, ketentuan mengenai Akuisisi, Merger dan Konsolidasi diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT) mengenai Perseroan Terbatas.

Jika dilihat dari tujuan MKA itu sendiri, maka tindakan tersebut merupakan suatu bentuk restrukturiasi yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi serta mencapai sinergi dan penguasaan sumber daya. Di satu sisi, sangat diharapkan persaingan usaha melalui aksi korporasi MKA ini terjadi dengan persaingan yang sehat (fair competition), namun di sisi lain ada kalanya MKA ini dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat (unfair competition) demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Salah satu praktik persaingan usaha tidak sehat yang disebabkan oleh aksi MKA adalah pada saat satu holding company dan anak-anak perusahaannya menguasai satu bidang usaha dari mulai produksi hingga distribusi. Hal seperti inilah yang kemudian memicu terjadinya praktik monopoli yang terjadi di antara para pelaku usaha.

Untuk mencegah terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat tersebut, maka diperlukan suatu kebijakan berupa Notifikasi Merger, yaitu pemberitahuan resmi yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang merger yang dilakukan oleh perusahaannya. Notifikasi Merger ini terbagi atas 2,  yaitu Pre-Merger Notification dan Post-Merger Notification. Pre-Merger Notification adalah pemberitahuan yang bersifat sukarela oleh pelaku usaha yang akan melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham untuk mendapatkan pendapat komisi mengenai dampak yang ditimbulkan dari rencana penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan.  Ketentuan lebih lanjut mengenai pre-merger notification diatur dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (PKPPU) Nomor 1 Tahun 2009. Sedangkan post-merger notification adalah kewajiban pelaporan setelah terjadinya proses MKA. Ketentuan tentang post-merger notification atau dengan kata lain pelaporan yang dilakukan setelah proses merger aktif, diatur dalam PKKPU Nomor 3 Tahun 2019. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010, dalam hal ini KPPU memiliki otoritas untuk membatalkan transaksi MKA suatu perusahaan yang telah berlaku efektif, jika diduga terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Perbedaan mendasar antara Pre-Merger Notification dan Post-Merger Notification  terletak pada 2 (dua) hal, yaitu :

  1. Waktu dilakukannya notifikasi atau pemberitahuan merger. Pre-Merger Notification diberikan sebelum merger dilakukan oleh pengusaha yang akan melakukan merger, sedangkan Post-Merger Notification dilakukan setelah merger berlaku efektif secara yuridis.
  2. Kekuatan memaksa dari kedua notifikasi merger, dimana Pre-Merger Notification dilakukan secara sukarela oleh pengusaha yang akan melakukan merger atau bersifat konsultasi, sedangkan Post-Merger Notification diwajibkan oleh KPPU dengan pemberian sanksi denda administratif jika pengusaha tidak memberikan notifikasi atau pemberitahuan tersebut.