Grosse akte adalah salah satu Salinan akte untuk pengakuan utang dengan kepala akte “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Pada dasarnya terdapat 31 Peraturan yang terkait erat dengan grosse akte. Dalam kamus Bahasa Belanda “Grosse Akte” terdiri dari dua kata, yaitu “grosse”dan “akte”. “Grosse” secara harafiah artinya Salinan atau turunan pertama dari keputusan akte notaris” dan “akte” berasal dari kata “akte” yang artiny surat keterangan, dan secara harafiah, grosse akte dapat diartikan sebagai Salinan utama dari surat keterangan yang dibuat oleh seorang notaris.

Dalam peraturan perundang-undangan dii Indonesia pengertian “grosse akte” ditemukan dalam Pasal 224 HIR dan 258 Rbg yang menyebutkan :
Pasal 224 HIR
“ Grosse dari akte hipotek dan surat utang yang dibuat di hadapan notaris di Indonesia dan yang kepalanya berbunyi “ Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” berkekuatan sama dengan keputusan hakim. Jika tidak dengan jalan damai, surat demikian dijalankan dengan perintah dan di bawah pimpinan ¬ketua pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya tempat diam atau tempat tinggal debitur atau tempat kedudukan yang dipilihnya, yaitu menurut cara yang dinyatakan pada pasal-pasal yang lalu dalam bagian ini, tetapi dengan pengertian bahwa paksaan badan hanya boleh dilakukan, jika sudah diizinkan dengan keputusan hakim. Jika keputusan hakim itu harus dilaksanakan seluruhnya atau sebagian di luar daerah hukum pengadilan negeri yang memerintahkan pelaksanaan keputusan itu, haruslah dituruti peraturan Pasal 195 ayat (2) dan seterusnya”.

Pasal 258 (1) Rbg
“Grosse akte hipotek dan surat-surat utang yang dibuat oleh notaris di dalam wilayah Indonesia memuat perkataan yang berbunyi “Atas nama Raja” (sekarang : Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa) mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa walaupun pasal-pasal tersebut tidak menjelaskan pengertian dari grosse akte, adapun dari pengertiannya karakteristik grosse akte dalam pasal tersebut lebih menunjukkan grosse dari akte hipotek dan akte surat utang yang dibuat dihadapan notaris, dan dikepala aktenya disebutkan atas nama Raja, daari sinilah timbul kesadaran bahwa grosse akte disebut memiliki keuatan hukum seperti vonis putusan pengadilan (titel eksekutorial).

Setelah kita mengerti definisi dan karakteristik dari grosse akte tersebut pada kenyataannya masih ada pengadilan dalam beberapa putusannya menolak grosse akte supaya dapat dieksekusi, adapun hal demikian ditolak dengan alasan bahwa akte yang diajukan tidak dapat dibuat dalam bentuk grosse akte sebagaimana Pasal 224 HIR/258Rbg.

Berdasarkan Yurisprudensi MA RI menetapkan bahwa terdapat beberapa syarat-syarat kebasahan dari suatu grosse akte yakni salah satunya Dalam Putusan MA RI No.1310 K/Pdt/1985 tanggal 30 Juli 1986, MA RI telah menolak permohonan Kasasi yang diajukan oleh kreditur karena menurut penilaian MA RI, putusan Jude Factie, pengadilan negeri yang diperkuat oleh pengadilan tinggi, ternyata tidak terdapat kesalahan dalam menerapkan hukum. Adapun Judex Factie mempertimbangkan bahwa berdasarkan Pasal 224 HIR, Grosse Akte harus memenuhi tiga syarat yaitu sebagai berikut :
1. Harus terdapat pada kepala akte suatu kalimat “Demi Keaadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2. Isinya suatu perjanjian /pengakuan utang sejumlah uang tertentu.
3. Pada penutup akte tercantum kata-kata “diberikan sebagai grosse pertama atas permintaan debitur.

Dari penjelasan tersebut dapat kita pahami, bahwa keberadaan grosse akte tersebut dibuat untuk pengakuan utang dan memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi jika hendak dimintakan eksekusi kepada pengadilan.