Dalam praktik perbankan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jaminan kredit biasanya telah diatur dalam peraturan-peraturan internnya, peraturan intern tersebut antara lain mengatur tentang objek jamian kredit yang dapat diterima bank, tata cara penilaiannya dan cara pengikatannya. Sebagaimana objek jaminan utang yang lazim digunakan dalam suatu utang-piutang, secara umum jaminan kredit perbankan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :
a. Barang bergerak;
b. Barang tidak bergerak; dan
c. Jaminan perorangan (penanggungan utang)

Dalam UU 42/1999 Tentang Jaminan Fidusia, barang bergerak terdiri atas jaminan yang beruwujud dan yang tidak berwujud, masing-masing kelompok jaminan kredit tersebut terdiri dari bermacam jenis dan nama yang kadang sulit dirinci secara tegas seperti contoh :
a. Barang bergerak terdiri dari : perhiasan, surat berharga, kendaraan bermotor, perlengkapan rumah tangga, perlengkapan kantor, alat berat dll.
b. Barang tidak bergerak terdiri dari : tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah seperti rumah tinggal, gedung kantor, gudang hotel, dan sebagainya.
c. Penanggungan utang dapat berupa jaminan pribadi (personal guaranty) dan jaminan perusahaan (company/guaranty).

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan masing-masing barang yang diterapkan sebagai objek jaminan kredit akan dapat dinilai berbagai hal tentang barang yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangannya tersebut. Dari praktik perbankan dapat diketahui bahwa tidak semua objek jaminan utang dapat diterima bank dalam rangka kegiatan perkreditannya, sebagai contoh :
1. Tanah yang belum bersertifikat adalah tanah yang belum terdaftar diKantor Pertanahan setempat sehingga bila dijadikan sebagai objek jaminan utang harus diajukan permohonan pendaftaran haknya secara bersamaan pada saat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungannya. Proses pendaftarannya biasanya memerlukan jangka waktu yang relatif lama karena harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Disamping itu, akan timbul biaya-biaya yang seharusnya dibayar oleh pemilik tanah. Walaupun bank dapat menerima penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, tetapi akan terdapat kendala berupa jangka waktu berlaku yang terbatas untuk surat kuasa tersebut.

2. Barang persedian dapat dijadikan objek jaminan fidusia sehingga dapat diikat sebagai jaminan kredit. Akan tetapi, terhadap barang persediaan yang dijadikan objek jaminan utang walaupun telah diatur ketentuan UU 42/1999, kiranya harus tetap mendapat pengawasan penuh dair bank. Barang persediaan antara lain berupa barang perdagangan atau bahan baku biasanya mempunyai mobilitas yang relatif tinggi sehingga terdapat kemungkinan terjadinya sesuatu perubahan yang mungkin bertentangan dengan kesepakatan semula. Dengan demikian, diperlukan tindakan pengawasan oleh bak misalnya mengenai penggantian terhadap barang persediaan yang dijual yang digunakan dan sebagainya yang dilakukan oleh debitur.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui dan disimpulkan bahwa adanya pembatasan objek jaminan kredit yang akan diterima pada masing-masing bank tersebut ialah sangat relevan karena berpengaruh pada efisiensi kegiatan dan kinerja badan usahanya. Adapun dalam hal ini penilaian jaminan kredit yang diberikan debitur tersebut seorang Kreditur haruslah memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Legalitas objek jaminan kredit;
2. Keabsahan penggunaan objek jaminan kredit;
3. Penggunaan dokumen yang sah; dan
4. Sengketa yang dapat melekat pada objek jaminan kredit

Adapun hal-hal di atas perlu diperhatikan agar dapat memberikan suatu catatan penting bagi para kreditur maupun debitur yang hendak melakukan perjanjian dan memberikan jaminan kredit atas perjanajian yang dibuatnya, sehingga apabila hal-hal tersebut dilakukan krianya dapat meminimalisir potensi timbulnya sengketa di kemudian hari.