Pada umumnya perjanjian utang piutang adalah perjanjian pokok yang memiliki perjanjian tambahan yang mengikkutinya yakni berupa jaminan yang memberikan rasa aman bagi para kreditur. Sebagaimana kita ketahui yang dijaminkan pada suatu perjanjian utang piutang adalah tanah dan bangunannya dan bukan sertifikatnya (SHM), tetapi di sisi lain tak jarang juga ditemui debitur yang menjaminkan sertifikat lain seperti SHGB ataupun HGU yang melekat pada tanah tersebut. Dalam menjaminkan tanah bersertifikat penjaminan yang dilakukan ialah menggunakan hak tanggungan. Di Indonesia regulasi yang mengatur mengenai hak tanggunngan diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU 4/1996 Tentang Hak Tanggungan (selanjutnya disebut “UU Hak Tanggungan”) yang menyebutkan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan.

Mengingat ada saja pihak yang memberikan SHGB sebagai dalam utang piutangnya maka sang kreditur pun harus memperhatikan keberlakuan sertifikat yang dijaminkan debiturnya tersebut. Dalam UU 5/1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria ( UU Pokok Agraria) jangka waktu terhadap hak guna bangunan disebutkan dalam:
Pasal 35
1. Hak guna bangunan adalah hak untuk menderikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
2. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperrpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
3. Hak gunan bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain

Selanjutnya Pasal 40 UU Pokok Agraria menyebutkan bahwa Hak Guna Bangunan dapat berakhir karena:
a. Jangka waktunya berakhir;
b. Dihentikan sebelum jangka waktuya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. Dicabut untuk kepentingan umum;
e. Diterlantarkan;
f. Tanahnya musnah;
g. Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2)

Penjelasan pasal tersebut menunjukkan bahwa apabila jaminan yang diberikan kepada kreditur tersebut telah habis jangka waktunya dan tidak dilakukan perpanjangan, maka jaminan tersebut tidak dapat dieksekusi karena hapusnya hak tanggungan atas sertifikat tanah yanag dijaminkan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) UU Hak Tanggungan :
Hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut :
a. Hapusnya utang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan;
b. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
c. Pemberian Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri
d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Sehingga dari seluruh penjelasan di atas hapusnya hak tanggungan tersebut pada prinsipnya tidak semata-mata menghapus utang yang dijaminkan oleh si diebitur, (Pasal 18 ayat (4) UU Hak Tanggungan), artinya jika hak atas tanah pada jaminan tersebut hapus maka kreditur tidak punya hak untuk mengeksekusi jaminan yang dimilikinya.