Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut dengan Perseroan, dikenal sebagai suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi atas saham. Dalam hal ini, perseroan yang berbentuk badan hukum dapat dikatakan sebagai subjek hukum (rechtpersoon), sehingga perseroan dapat bertindak selayaknya subjek hukum seperti manusia atau individu (persoon). Namun, perlu diingat bahwa perseroan sebagai badan hukum sering disebut dengan artificial person, sehingga perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri. Oleh karena itu, dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, diatur bahwa Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.

Salah satu konsekuensi bahwa PT sebagai subjek hukum adalah suatu perseroan dapat dituntut secara hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan, termasuk jika perseroan tersebut mengalami kepailitan. Maka dalam hal ini, bagaimana sebenarnya tanggung jawab organ perseroan yang diatur dalam Pasal 2 UUPT jika perseroan mengalami kepailitan?

A. Tanggung Jawab Pemegang Saham

Separate legal entity merupakan prinsip yang mengatur bahwa adanya pemisahan harta perseroan dengan harta pribadi pemegang saham, sehingga jika terjadi kepailitan perseroan, maka pemegang saham bertanggungjawab secara terbatas atau hanya sebesar jumlah saham yang dimilikinya dalam perseroan tersebut. Hal ini sejalan dengan isi Pasal 3 ayat (1) UUPT “Pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimilikinya.”

Kemudian pada Pasal 3 ayat (2) huruf d disebutkan bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.”

Berdasarkan pasal di atas, dapat dilihat bahwa para pemegang saham dituntut untuk bertanggung jawab membayar utang-utang perseroan jika ternyata terbukti bahwa kepailitan perseroan terjadi karena perbuatan langsung maupun tidak langsung dari para pemegang saham yang mencampuradukkan kekayaan pribadinya dengan kekayaan perseroan, dalam hal ini menggunakan harta perseroan seacara melawan hukum sebagai alat untuk kepentingan pribadinya.

B. Tanggung Jawab Direksi

Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) dan ayat (4) UUPT disebutkan bahwa:
(2) “Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan dan kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. “

(4) Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan :

  1. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
  3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
  4. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

C. Tanggung Jawab Dewan Komisaris

Dalam hal perseroan dinyatakan pailit karena berbagai sebab, Dewan Komisaris dapat dimintakan pertanggung jawaban secara pribadi jika ternyata kepailitan terjadi akibat kelalaian dan kesalahannya yang tidak melakukan fungsi pengawasan atas kinerja Direksi dalam perseroan. Hal ini secara jelas diatur dalam Pasal 115 ayat (1) UUPT, yakni “Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum terlunasi.”