Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh bank adalah pemberian kredit kepada nasabah. Hal ini secara jelas diatur pula dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UUP) yang menyebutkan bahwa “Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.” Jika dilihat dalam pelaksanaan fungsi bank tersebut, pemberian kredit kepada masyarakat semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hal inilah yang menjadi dasar diperlukannya suatu prinsip untuk membantu menentukan risiko yang mungkin saja terjadi di kemudian hari terhadap pinjaman yang diberikan, yaitu prinsip kehati-hatian.

Prinsip kehati-hatian adalah prinsip yang menegaskan bahwa dalam menjalankan fungsi utamanya, bank wajib untuk bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat. Begitupun dalam rangka pemberian kredit kepada perusahaan-perusahaan atau masyarakat untuk kepentingan pembiayaan. Prinsip ini juga diatur dalam Pasal 2 UUP, yaitu “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.” Tujuan utama prinsip ini adalah untuk melindungi dana perbankan dari kredit macet yang nantinya dapat berakibat pada kesehatan dan kelangsungan dari bank itu sendiri. Oleh karena itu, diharuskan untuk setiap bank menerapkan prinsip kehati-hatian demi menciptakan perbankan yang sehat dan menghindari terjadinya kegagalan dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Adapun prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usaha bank adalah sebagai berikut :

  1. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)

Dalam Pasal 11 UUP, dikatakan bahwa Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh Bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan. Dalam melaksanakan mandat undang-undang terkait BMPK tersebut, secara lebih jelas ditetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.03/2018 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Penyediaan Dana Besar Bagi Bank Umum.

  1. Pemberian Kredit Yang Sehat Berdasarkan Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB)

Pemberian kredit atau pembiayaan merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan bank, sehingga dalam pelaksanaannya pemberian kredit harus berdasarkan penyusunan dan pelaksanaan kebijaksanaan kredit perbankan. Hal ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 42/POJK.03/2017 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan Bank Bagi Bank Umum.

  1. Kualitas Aset Produktif (KAP)

Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, bank perlu mengelola risiko kredit yaitu dengan menjaga kualitas aset dan tetap melakukan penghitungan penyisihan penghapusan aset. Ketentuan terkait KAP diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. KAP merupakan suatu usaha yang digunakan oleh bank dengan tujuan untuk menilai aset yang dimilikinya dan menyerap potensi kerugian yang telah diperkirakan akibat risiko gagalnya pembayaran dari proses pembiayaan.

Salah satu contoh pelanggaran prinsip kehati-hatian terjadi di Tahun 2005 pada Bank Danamon, yang mengaku bahwa telah teejadi pelanggaran Batas Minimum Pemberian kredit (BMPK) dalam akuisis 75% saham PT. Adira Dimanike Finance. Atas pelanggaran tersebut, Bank Danamon dikenakan denda sebesar Rp.650.000.000,00 (enam ratus lima puluh juta rupiah).

Berdasarkan hal tersebut, penting bagi lembaga perbankan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Terjadinya pelanggaran atas prinsip kehati-hatian dapat diberikan sanksi hukum berupa pidana denda seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.