Bahwa terkait dengan hal pemberian kuasa, diatur dalam Pasal 1792 ZKitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yaitu:

“Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa”

Lalu pemberian kuasa dibedakan menjadi 2 yaitu:

  1. Khusus, yaitu hanya mengatur 1 kepentingan tertentu atau lebih;
  2. Umum, yaitu mengatur segala kepentingan dari pemberi kuasa.

Kemudian, pada dasarnya KUHPerdata kondisi yang menyebabkan suatu pemberian kuasa berakhir. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1813 KUHPerdata yaitu:

  1. Dengan penarikan kembali kuasa penerima kuasa;
  2. Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh penerima kuasa;
  3. Dengan meninggalnya, pengampuan atau pailitnya, baik pemberi kuasa maupun penerima kuasa;
  4. Dengan kawinnya perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.

Setelah pada Pasal 1813 mengatur mengenai berakhirnya kuasa, pada Pasal 1814 KUHPerdata juga kembali menegaskan bahwa pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya bila hal itu dikehendaki oleh pemberi kuasa dan dapat memaksa pemegang kuasa untuk mengembalikan kuasa itu bila ada alasan untuk itu. Dari hal tersebut penulis berpendapat bahwa pemberi kuasa berhak untuk menarik kembali kuasanya, bahkan dapat memaksa penerima kuasa untuk mengembalikan kuasa yang diberikan jik ada alasan untuk itu. Sehingga, ketentuan tersebut juga berlaku untuk pencabutan kuasa oleh klien kepada advokat

Meskipun demikian, ketentuan diatas tersebut tidak berlaku jika para pihak didalam surat kuasa atau dalam perjanjian penyediaan jasa konsultasi hukum memperjanjikan hal berikut:

  1. Pengesampingan Pasal 1813 dan 1814 KUH Perdata;
  2. Pemberi kuasa hanya dapat mencabut/menarik kuasa jika penerima kuasa melanggar syarat dan ketentuan terkait urusan yang dikuasakan yang telah disetujui bersama.