Dunia bisnis memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perekonomian suatu negara, yang mana karenanya iklim persaingan usaha perlu dijaga agar tetap sehat dan tidak terjadi praktik monopoli. Dalam rangka menjaga hal tersebut, diperlukan campur tangan Pemerintah dalam memastikan tindakan-tindakan pelaku usaha tidak menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Oleh karena itu telah terbi dan berlaku Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

UU 5/1999 mengatur berbagai perjanjian dan kegiatan yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha. Salah satu yang dilarang ialah sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU 5/1999 yaitu terkait jabatan rangkap, yang berbunyi:

“Seseorang yang menduduki jabatan sebagai Direksi atau Komisaris dari suatu perusahaan pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi Direksi atau Komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut:

  1. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
  2. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
  3. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”

Adanya seorang anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang memiliki jabatan rangkap menimbulkan suatu kondisi yang sering kali disebut sebagai interlocking directorate. Adanya interlocking directorate dianggap tidak kondusif bagi persaingan usaha sebab adanya seseorang yang memegang jabatan rangkap di dua perusahaan atau lebih lebih mudah untuk memfasilitasi kolusi, dan menurunkan insentif persaingan. Dan karenanya persaingan usaha di antara dua atau lebih perusahaan yang seharusnya berkompetisi, menjadi tidak ada. Hal tersebut tentunya merugikan konsumen sebab persaingan usaha lah yang mendorong pelaku usaha untuk berinovasi dan berusaha memberikan produk barang dan/atau jasa yang terbaik dengan harga yang paling terjangkau. Interlocking directorate justru menurunkan motivasi pelaku usaha untuk melakukan hal tersebut.

Salah satu peraturan yang menjadi perhatian adalah adanya Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-10/MBU/10/2020 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015, yang mana dalam Lampirannya memperbolehkan adanya jabatan rangkap Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN di perusahaan swasta, dan di perusahaan BUMN lain berdasarkan penugasan khusus dari Menteri. Peraturan ini menciptakan kekhawatiran karena beberapa dampak negatif interlocking directorate sebagaimana di atas. Ditambah lagi mengingat saat ini berdasarkan pendataan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha, terdapat 62 anggota Direksi dan Dewan Komisaris BUMN yang merangkap jabatan di perusahaan swasta.

Meskipun demikian, hal tersebut di atas baru merupakan kekhawatiran berdasarkan apa yang kita ketahui mengenai interlocking directorate. Perlu ada pengamatan dan bukti nyata bagaimana dampak adanya interlocking directorate pada perusahaan BUMN ini dalam praktik.