Sebagaimana kita ketahui peralihan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan haknya kepada pihak lain, hal demikian tentunya memiliki tata cara dan aturan yang harus diperhatikan. Oleh karena itu pihak yang hendak mengalihkan hak nya tersebut harus terlebih dahulu memiliki hak itu sendiri. Contohnya seperti hak atas tanah dalam satuan rumah susun
Pada praktiknya bukti kepemilikan suatu hunian ditandai dengan adanya sertifikat hak milik. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut “UU Rusun”), bukti kepemilikan tersebut dikenal dengan sebutan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun atau biasa disebut dengan “SHMSRS”. Adapun SHMSRS ini memiliki pengertian yakni :

“sertifikat hak milik sarusun yang selanjutnya disebut SHM Sarusun adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah tanah hak pengelolaan”

Sehingga dapat dipahami bahwa SHMSRS tersebut berdiri di atas hak atas tanah yang menaunginya. Oleh karena itu SHMSRS tersebut memiliki masa berlaku yang sama dengan masa berlaku hak atas tanah yang ada di atasnya, sehingga jika hak atas tanah di atasnya tersebut berkahir, baik itu HGB maupun hak pakai, maka SHMSRS pun juga ikut berakhir.

Dalam prosesnya penerbitan SHMSRS dilakukan oleh pelaku pembangunan, yakni dengan tata cara dan tahapan sebagai berikut (vide Pasal 42 UU Rusun) :

1. Pelaku pembangunan mengajukan permohonan penerbitan SHM Sarusun kepada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.
2. Permohonan penerbitan SHM Sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus melampirkan dokumen sebagai berikut :
a. Akta pemisahan yang telah disahkan dilampiri dengan pertelaan;
b. Sertipikat hak atas tanah bersama;
c. PBG;
d. Sertifikat laik fungsi; dan
e. Identitas pelaku pembangunan.
3. SHM Sarusun diterbitkan terlebih dahulu atas nama pelaku pembangunan.
4. Dalam hal Sarusun telah terjual, pelaku pembangunan mengajukan pencatatan peralihan SHM Sarusun menjadi atas nama pemilik kepada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.
5. Sertipikat hak atas tanah yang di atasnya telah terbit SHM Sarusun atas nama pemilik disimpan di instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan sebagai warkah.

Dari penjelasan di atas kita ketahui bahwasannya SHMSRS tersebut pada mulanya merupakan milik penjual/pelaku pembangunan, hal demikian yakni sebelum adanya peralihan hak kepada pemilik rusun melalui proses jual beli. Berkaitan dengan itu peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat dilakukan jika memenuhi ketentuan dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam UU Rusun yaitu di antaranya:

Pasal 43
1. Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat dihadapan notaris.
2. PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas :
a. Status kepemilkan tanah;
b. Kepemilikan IMB;
c. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
d. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen); dan
e. Hal yang diperjanjikan.

Pasal 44
1. Proses jual beli, yang dilakukan sesudah pembangunan rumah susun selesai, dilakukan melalui akta jual beli (AJB).
2. Pembangunan rumah susun dinyatakan selesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila telah diterbitkan :
a. Sertifikat laik fungsi; dan
b. SHM Sarusun atau SKBG Sarusun

Dari ketentuan di atas dipahami bahwa peralihan hak atas tanah dari penjual/pelaku pembangunan kepada konsumen dapat terjadi karena adanya proses jual beli. Lalu bagaimana jika peralihan hak tersebut dilakukan oleh konsumen yang inigin melakukan pengalihan hak kepemilikannya kepada pihak lain? Apakah hal demikian juga dilakukan melalui proses jual beli atau ada ketentuan lain yang mengaturnya?

Menjawab hal tersebut Pasal 54 UU Rusun menjelaskan sebagai berikut :
1. Sarusun umum yang memperoleh kemudahan dari pemerintah hanya dapat dimiliki atau di sewa oleh MBR.
2. Setiap orang yang memiliki sarusun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengalihkan kepemilikannya kepada pihak lain dalam hal :
a. Pewarisan;
b. Perikatan kepemilikan rumah susun setelah jangka waktu 20 (dua puluh) tahun; atau
c. Pindah tempat tinggal yang dibuktikan dengan surat keterangan pindah dari yang berwenang.
3. Pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c hanya dapat dilakukan kepada badan pelaksana.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) di atur dalam peraturan pemerintah.
5. Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara pemberian kemudahan kepemilkan sarusun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Selain itu disebutkan juga dalam Pasal 103 UU Rusun bahwa setiap orang dilarang menyewakan atau mengalihkan kepemilikan sarusun umum kepada pihak lain, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2), sehingga dari seluruh penjelasan di atas, peralihan hak kepemilikan atas rumah susun hanya dapat dilakukan dengan ketentuan-ketentuan yang mengaturnya.