Salah satu sumber utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia yaitu adanya kegiatan penanaman modal atau investasi.  Hal yang diatur dalam investasi adalah hubungan antara investor dengan penerima modal. Hubungan antara investor dengan penerima modal sangat erat dimana investor sebagai pemilik uang/modal akan menanamakan investasinya di negara penerima modal, dan negara penerima modal harus dapat memberikan kepastian hukum, perlindungan hukum dan rasa aman bagi investor dalam membangun usahanya.

Di Indonesia, kegiatan penanaman modal diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), yang memberikan pengertian bahwa “Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka status investor dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu investor asing dan investor domestik. Hal ini juga dapat dilihat dari aspek pembiayaan investasi itu sendiri, yaitu investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (Penanaman Modal Dalam Negeri/PMDN) dan investasi yang bersumber dari modal asing (Penanaman Modal Asing/PMA).

Pada dasarnya, baik investor asing maupun investor domestik melakukan penanaman modal untuk mencapai tujuan seperti yang diatur dalam Ketentuan Pasal 3 Ayat (2) UUPM, yaitu :

  1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
  2. Menciptakan lapangan kerja;
  3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
  4. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
  5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;
  6. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
  7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan
  8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Para investor menanamkan investasinya di Indonesia tentunya mengharapkan investasi yang ditanamkannya dapat dijalankan dengan baik dan mencapai tujuan-tujuan di atas, tidak menimbulkan gangguan, baik dari pihak pemerintah maupun dari masyarakat sekitar. Namun tidak menutup kemungkinan, usaha yang dijalankan tersebut justru menimbulkan persoalan-persoalan, khususnya dengan pihak pemerintah. Misalnya, pemerintah mencabut izin investasi dari seorang investor, sementara izin investasinya belum habis jangka waktu. Hal inilah yang dapat memicu terjadinya sengketa antara para investor dan pemerintah. Tidak hanya sekali, kapan saja para investor asing maupun domestik dapat bersengketa dengan pihak pemerintah.

Pada Pasal 32 Ayat (1) UUPM mengatur bahwa bentuk penyelesaian sengketa yang terjadi antara para penanam modal (baik domestik maupun asing) dengan pemerintah, maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui musyawarah dan mufakat terlebih dahulu. Namun, terdapat sedikit perbedaan penyelesaian sengketa antara pemerintah dengan investor domestik dan investor asing, yaitu :

  1. Penyelesaian sengketa penanaman modal antara Pemerintah dengan Investor Domestik.

Apabila terjadi suatu sengketa antara investor domestik dengan pihak pemerintah Indonesia, maka hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia. Dalam Pasal 32 UUPM, pada Ayat (3) dikatakan bahwa para pihak dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi antara penanam modal dalam negeri dan pemerintah dengan cara arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak. Namun, jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, maka akan dilakukan di pengadilan. Selain bentuk penyelesaian yang diatur dalam UUPM, aternatif penyelesaian sengketa yang telah disepakati antara pemerintah dengan investor domestik yaitu  dengan cara nonlitigasi atau lazim disebut dengan alternative dispute resolution (ADR) melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

  1. Penyelesaian sengketa penanaman modal antara Pemerintah dengan Investor Asing.

Dalam ketentuan pada Pasal 32 Ayat (4) UUPM mengatur cara penyelesaian sengketa penanaman modal yang terjadi antara pemerintah dengan investor asing, yaitu melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. Biasanya lembaga arbitrase yang dipilih adalah arbitrase internasional yang berkedudukan di Paris. Selain itu, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal, mengatur pola dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi antara negara dengan warga negara asing, yaitu dengan International Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID). Tujuan dan wewenang dari ICSID adalah menyelesaikan persengketaan yang timbul di bidang investasi antara suatu negara dengan negara asing di antara sesame negara peserta konvensi. Sehingga, selain dengan cara arbitrase, penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan seperti yang diatur dalam ICSID adalah melalui konsiliasi.