Berdasarkan data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (APFI), selama masa pandemi COVID-19, terdapat peningkatan pembiayaan produktif melalui layanan peer-to-peer lending. Terdapat berbagai alasan dibalik meningkatnya P2P lending tersebut, dimulai dari memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga sebagai modal untuk memulai usaha.

Financial technology (fintech) atau P2P lending juga dikenal sebagai pendanaan online. Menurut Bank Indonesia, fintech merupakan hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat, yang awalnya dalam membayar harus bertatap muka dan membawa sejumlah uang tunai, kini dapat dilakukan melalui transaksi jarak jauh dan pembayaran instan.

Fintech sebagai jenis jasa di bidang keuangan yang menggunakan teknologi sebagai sarana utamanya memberikan kemudahan dan kecepatan aspek pelayanan keuangan. Fintech secara luas meliputi jasa keuangan seperti metode pembayara, transfer dana, pinjaman, pengumpulan dana, dan lainnya. Fintech lending secara spesifik berkaitan dengan jasa pinjam meminjam uang yang difasilitasi oleh teknologi informasi dan komunikasi.

Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No. 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (PBI 19/2017) membagi fintech menjadi 5 jenis, yaitu:

  1. Sistem pembayaran, dimana penyelenggara fintech menjadi penyelenggara yang bergerak di bidang pembayaran yang meliputi otorisasi, kliring, penyelesaian akhir, dan pelaksanaan pembayaran.
  2. Peer-to-peer (P2P) lending dan crowdfunding, dimana pihak yang membutuhkan dana dipertemukan dengan pihak yang memberikan dana sebagai modal atau investasi melalui jaringan online
  3. Manajemen risiko investasi, dimana pengguna dapat mengontrol kondisi keuangannya melalui internet seperti perencanaan keuangan dan lain-lain hanya melalui smartphone tanpa perlu secara fisik datang ke Bank
  4. Market aggregator atau pendukung pasar, dimana berbagai macam informasi seperti harga, fitur, dan manfaat terkait suatu produk keuangan terlebih dahulu disuguhkan sebelum pengguna mengambil keputusan
  5. Jasa finansial lainnya, jasa atau penyelenggaraan fintech lainnya yang tidak termasuk dalam kategori-kategori di atas

PBI 19/2017 juga mengatur tentang beberapa kewajiban penyelenggara fintech yang terdaftar (Pasal 8 ayat (1)), di antaranya sebagai berikut:

  1. Menerapkan prinsip perlindungan konsumen
  2. Menjaga kerahasiaan data dan/atau informasi konsumen
  3. Menerapkan prinsip manajemen risiko dan kehati-hatian
  4. Menggunakan rupiah dalam setiap transaksi yang dilakukan di wilayah Indonesia
  5. Menerapkan prinsip anti pencuciang uang dan pencegahan pendanaan terorisme
  6. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Di Indonesia saat ini mengenai fintech lending juga diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77/2016), dimana Pasal 1 Angka 3 nya menyatakan:

“Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.”

POJK 77/2016 tersebut mengatur lebih lanjut mengenai penyelenggaraan fintech lending di Indonesia, salah satunya bahwa penyelenggara P2P lending mengajukan pendaftaran dan perizinan langsung kepada Otoritas Jasa Keuangan (Pasal 7). OJK secara khusus melakukan pengatur dan pengawasan terhadap kegiatan penyelenggaraan P2P lending karena sifat jasa P2P lending yang merupakan suatu inovasi di bidang pembiayaan.