Dalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang sering terjadi dan diperlukan untuk mendukung berlangsungnya kegiatan perekonomian. Pihak pemberi pinjaman bersedia memberikan kelebihan uangnya untuk dipinjamkan kepada pihak peminjam berdasarkan tujuan dan keperluan yang dibutuhkannya. Dalam kegiatan pinjam meminjam umumnya diperlukan persyaratan yang menjamin bahwa kegiatan pinjam meminjam tersebut dilakukan dengan bertanggung jawab, oleh karena itu biasanya pihak pemberi pinjaman meminta jaminan utang kepada peminjam jika sewaktu-waktu pihak peminjam melakukan kelalaian atas kesepakatan yang dibuatnya.

Dalam pelaksanaan penilaian jaminan utang dari segi hukum, pihak pemberi pinjaman seharusnya melakukannya menurut ketentuan hukum yang berkaitan dengan objek jaminan utang dan ketentuan hukum tentang penjaminan utang yang dikenal sebagai hukum jaminan.

Hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman utang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Sebagai contoh, bank konvensional yang merupakan salah satu badan usaha yang memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit mensyaratkan adanya penyerahan jaminan kredit oleh pemohon kredit. Dalam kegiatan operasional bank konvensional pada umumnya ditemukan adanya jaminan utang atau yang lazim disebut jaminan kredit (agunan). Dalam hal ini Bank melakukan penilaian dari segi hukum dan segi ekonomi terhadap objek jaminan kredit yang diajukan oleh pihak peminjam.

Dalam hukum di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan yang memiliki kaitan dengan penjaminan utang, beberapa ketentuan tersebut terdapat dalam KUH Perdata, KUH Dagang, UU No.4 Tahun 1996 dan UU No. 42 Tahun 1999. Saat ini pembahasan ruang lingkup hukum jaminan akan dilihat dalam perspektif KUH Perdata dan KUH Dagang yakni sebagai berikut :

A. Prinsip-prinsip hukum jaminan
Dalam KUH Perdata hukum jaminan terdapat pada buku kedua yang mengatur tentang prinsip hukum jaminan, lembaga jaminan dan pada buku ketiga mengenai penanggungan hutang. prinsip hukum jaminan yang dimaksud ialah sebagai berikut :
1. Pasal 1131 KUH Perdata yang mengatur mengenai kedudukan harta pihak peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan jaminan atas utangnya.
2. Pasal 1132 KUH Perdata yang mengatur kedudukan pihak pemberi pinjaman terhadap harta pihak peminjam, yang mana menetapkan bahwa harta pihak peminjam menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, adapun hasil penjualan harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan atau besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali di antara pihak pemberi jaminan itu mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan.

B. Mengenai Gadai
Sebagaimana kita ketahui, gadai merupakan salah satu lembaga jaminan yang dapat digunakan untuk mengikat objek jaminan utang yang berupa barang bergerak. Aturan mengenai gadai termuat dalam ketentuan Pasal 1150 -1160 KUH Perdata.

C. Hipotek
Hipotek merupakan lembaga jaminan yang juga diatur oleh ketentuan KUH Perdata yakni dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata. Mengingat berlakunya UU No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, objek jaminan berupa tanah sudah tidak dapat diikat dengan hipotek, adapun saat ini hipotek hanya digunakan untuk mengikat objek jaminan utang yang ditunjuk oleh ketentuan perundang-undangan lainnya.

D. Penanggungan Hutang
Penanggungan utang merupakan jaminan utang yang bersifat perorangan, pada KUH Perdata aturan mengenai penanggungan hutang tertuang dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. Dalam Pasal 1820 KUH Perdata penanggungan utang adalah suatu persetujuan yang dibuat oleh seorang pihak ketiga untuk kepentingan pihak pemberi pinjaman dengan mengikatkan dirinya guna memenuhi perikatan pihak peminjam bila pihak peminjam wanprestasi terhadap pihak pemberi pinjaman.
Sehingga berdasarkan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa ketentuan jaminan kredit dapat memberikan perlindungan bagi pemberi pinjaman (kreditur), apabila dikemudian hari penerima pinjaman (debitur) melakukan kelalaian, maka jaminan kredit tersebut dapat dieksekusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kesepakatan yang dibuat bersama.