Dengan adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) eksistensi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) masih belum bisa dirasakan secara maksimal. Dengan hadirnya Lembaga ini memang diprioritaskan sebagai badan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. BPSK dibentuk oleh pemerintah sebagai salah satu alternatif Lembaga Penyelesaian Sengketa yang lebih spesifik dari Lembaga peradilan umum. Pada prinsipnya BPSK ini hanya menangani kasus perdata konsumen, yang orientasinya gugatan ganti rugi yang bersifat langsung, sebagaimana yang dirasakan oleh konsumen atas kelalaian atau kesalahan para pelaku usaha. Oleh karena itu dalam BPSK terdapat tiga cara penyelesaian sengketa, ialah konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Jadi, majelis BPSK sedapat mungkin mengusahakan terciptanya kesepakatan antara pihak-pihak yang bersengketa, sebagai wujud solusi dari sengketa tersebut. Oleh karenanya penyelesaian sengketa melalui BPSK memuat unsur perdamaian.

Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ialah:

  1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsultasi, mediasi dan arbitrase;
  2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
  3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
  4. Melaporkan kepada penyidik umum jika terjadi pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK);
  5. Menerima pengaduan tertulis maupun tidak dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
  7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dari dan/atau setiap orang yang diduga mengetahui pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK);
  9. Memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian di pihak konsumen;
  10. Menjatuhkan sanksi administrative kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Menurut uraian diatas jadi BPSK ialah sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan. Undang-undang No. 8 Tahun 1999 membentuk suatu Lembaga dalam Hukum Perlindungan Konsumen, ialah BPSK sebagaimana Pasal 1 butir 11 UUPK menyebutkan: “Bahwa BPSK ialah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa para pelaku usaha dengan konsumen”.

BPSK dibentuk oleh pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa konsumen yang berskala kecil dan bersifat sederhana, dan penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara cepat, mudah dan murah serta putusan BPSK bersifat final dan mengikat, jika diterima oleh kedua belah pihak. Biaya pelaksanaan tugas dari BPSK dibebankan pada APBN dan APBD.

Adapun jenis sengketa pelanggaran hukum perlindungan konsumen sebenarnya merupakan perpanjangan dari berbagai jenis larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Pasal 8 sampai dengan Pasal 17. Adapun jenis sengketanya menurut undang-undang ialah:

  1. Sengketa di bidang periklanan;
  2. Sengketa di bidang perjanjian standar;
  3. Layanan purnajual;
  4. Hak atas kekayaan intelektual;
  5. Produk pangan yang membahayakan konsumen.

Dengan demikian setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui Lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Sedangkan sengketa di luar pengadilan menurut Pasal 47 UUPK, penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan/atau mengenai Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi Kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.

Secara garis besar, mekanisme kerja BPSK dalam menerima, memeriksa dan memutus sengketa terdiri dari tiga tahap kegiatan, yakni :

  • Tahap dimasukannya gugatan
  • Tahap pemeriksaan dan pemberian putusan
  • Tahap pelaksanaan putusan dan mengajukan upaya hukum

Jadi lembaga untuk menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen atau yang disebut BPSK sebagai usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat. Dalam hal ini ada beberapa etika penyelesaian sengketa konsumen meliputi prinsip kehati-hatian yang artinya tersimpan kewajiban hukum untuk bertindak atau berbuat secara layak agar tidak mengakibatkan kerugian.

Sehingga BPSK menangani kasus Perdata saja yang umumnya bersifat ganti rugi langsung yang dialami oleh konsumen atas kesalahan/kelalaian Pelaku Usaha. Adapun cara penyelesaian sengketa di BPSK dilakukan dengan cara:

  1. Konsiliasi

Ialah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan perantara BPSK untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak.

  1. Mediasi

Ialah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan perantara BPSK sebagai penasihat, dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak, majelis dalam persidangan menyelesaikan sengketa dengan cara mediasi

  1. Arbitrase

Ialah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada BPSK.

Proses pembuktian dalam penyelesaian sengketa di BPSK agak berbeda dari penyelesaian sengketa di pengadilan pada umumnya. Untuk mengetahui adanya sengketa konsumen dengan pelaku usaha dilakukan suatu pembuktian, hal ini merupakan suatu proses penyajian alat bukti untuk mendapatkan keadilan. Di BPSK, beban pembuktian terdapat pada pelaku usaha sebagai pihak Terlapor. Pelaku usaha harus membuktikan tidak adanya unsur kesalahan, sedangkan konsumen tetap dibebani pembuktian, namun hanya sebatas bahwa telah terdapat kerugian yang diderita oleh konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.