Deretan kasus gagal bayar asuransi yang semakin marak membuat sejumlah pemegang polis beramai-ramai mengadu ke OJK untuk meminta perlindungan, pasalnya kasus tersebut berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi, apalagi jika Perusahaan Asuransi tersebut merupakan suatu BUMN yang dipercaya masyarakat, oleh karena itu untuk menyelamatkan performa perusahaan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat tak jarang permohonan restrukturisasi menjadi solusi andalan Perusahaan untuk dilakukan.

Sebagaimana kita ketahui adanya hubungan hukum antara pemegang polis dan perusahaan asuransi tersebut pada dasarnya bermula dari ditandatanganinya suatu perjanjian polis, sehingga dengan adanya kesepakatan tersebut timbul suatu hak dan kewajiban bagi para pihak untuk dipenuhi, sebagai contoh pemegang polis berkewajiban untuk membayar premi dan pemegang polis berhak untuk menerima manfaat dari Perusahaan asuransi.
Sama halnya dengan suatu kontrak, pelaksanaan perjanjian polis juga tunduk pada ketentuan syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yaitu :
“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.

Sehingga dalam hal terpenuhinya syarat sahnya perjanjian maka para pihak yang sepakat tersebut wajib tunduk dan menjalankan perjanjian yang disepakatinya, sebagaimana ketentuan pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”

Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa akibat hukum dari suatu perjanjian dapat dikatakan masih berlaku apabila para pihak yang mengikatkan diri masih menyepakatinya. Masuk pada poin pembahasan, apabila suatu Perusahaan asuransi mengajukan proposal penawaran restrukturisasi kepada pemegang polis pada dasarnya hal tersebut bertujuan untuk memberitahukan bahwa cash flow perusahaan asuransi tersebut sedang dalam keadaan tidak baik, oleh karena itu Perusahaan asuransi membutuhkan keringanan untuk melunasi seluruh kewajibannya.

Mengingat kondisi gagal bayar perusahaan asuransi semakin marak terjadi, maka tak jarang timbul pertanyaan dari publik tentang kewajiban pemegang polis untuk menyetujui restrukturisasi yang dilakukan perusahaan asuransi. Menjawab hal tersebut dapat kita ingat kembali hakikat dari adanya suatu perjanjian, dan oleh karena proposal penawaran restrukturisasi berbeda dengan perjanjian polis yang disepakati di awal, maka dapat disimpulkan bahwa proposal penawaran restrukturisasi tersebut adalah perjanjian baru yang akan berlaku jika disepakati oleh para pihak (Pasal 1320 Jo. Pasal 1338 KUH Perdata), dan bukan merupakan suatu kewajiban bagi pemegang polis untuk menyetujiinya sehingga jika restrukturisasi tersebut hendak dilaksanakan, maka hal demikian harus disepakati lagi oleh para pemegang polis dan perusahaan asuransi sebagai sebuah perjanjian baru.