Pajak Penghasilan merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari pendapatan rakyat, yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Orang yang harus membayar pajak adalah Subjek Pajak atau Wajib Pajak, sedangkan penghasilan dan komponennya yang diterima oleh seseorang yang menyebabkan orang tersebut harus membayar pajak adalah Objek Pajak. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (untuk selanjutnya disebut “UU PPh”), Subjek Pajak adalah orang pribadi, badan, dan bentuk usaha tetap. Tidak jarang ketiga Subjek Pajak tersebut memasuki suatu perjanjian asuransi, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan orang lain.

Pengertian asuransi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian adalah:

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

  1. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
  2. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.”

 

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa dalam perjanjian asuransi terdapat dua pembayaran, yaitu: 1) pembayaran premi oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi; dan 2) pembayaran manfaat asuransi oleh perusahaan asuransi. Penjelasannya selanjutnya sebagai berikut:

  1. Terkait pembayaran premi yang dilakukan berdasarkan perjanjian asuransi dengan seorang tertanggung, apabila pembayaran dilakukan oleh si tertanggung sendiri sebagai seorang Wajib Pajak orang pribadi, maka sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi tersebut tidak boleh dikurangkan dengan premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar olehnya. Dengan demikian, meskipun ia membayar premi asuransi selama satu tahun pajak, jumlah penghasilannya yang dikenakan pajak adalah jumlah penghasilan yang diterima utuh olehnya tanpa dikurangi pembayaran premi asuransi sebagai biaya apapun. Di samping itu, apabila premi asuransi atas nama tertanggung Wajib Pajak orang pribadi tersebut dibayarkan oleh perusahaan atau pemberi kerjanya, maka jumlah premi yang dibayarkan oleh pemberi kerja tersebut harus dilaporkan sebagai penghasilan si pekerjanya sebagai Wajib Pajak orang pribadi sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh. Hal ini karena premi yang dibayarkan pemberi kerja adalah fasilitas dari pemberi kerja yang merupakan bagian dari komponen penghasilan yang diterima oleh pekerjanya sebagai Wajib Pajak orang pribadi.
  2. Kemudian terkait pembayaran manfaat oleh perusahaan asuransi, manfaat yang diterima dari suatu produk asuransi dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu: 1) penanggungan atas kejadian-kejadian tertentu yang diasuransikan; dan 2) nilai tunai yang dapat dicairkan. Program asuransi dengan manfaat nilai tunai tersebut biasanya disebut sebagai asuransi investasi atau unit link. Mengenai hal di atas, dapat dipahami bahwa menurut Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh, yang dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan salah satunya adalah pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa. Dengan demikian, dalam hal seorang Wajib Pajak menerima manfaat asuransi yang diberikan atas terjadinya kejadian-kejadian tertentu yang diasuransikan, maka pembayaran tersebut bukan merupakan Objek Pajak. Di sisi lain, rumusan Pasal di atas juga berarti bagi manfaat asuransi berupa pembayaran nilai tunai yang dicairkan oleh Wajib Pajak, maka ia wajib membayar pajak atas pencairan nilai tersebut yang termasuk merupakan Objek Pajak Penghasilan.