Dalam berjalannya suatu perusahaan, tidak jarang perusahaan tersebut menghadapi berbagai tantangan dan sandungan yang menyebabkannya kesulitan untuk melaksanakan prestasi atau pun membayar utang-utangnya kepada pihak lain. Dalam hal ini, sering kali para pihak lain tersebut sebagai Kreditur mengajukan pailit atas perusahaan sebagai Debitur. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU):

“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

Berdasarkan pengertian diatas, dapat diketahui bahwa tujuan mengajukan pailit atas Debitur adalah agar harta kekayaannya disita dan digunakan untuk melunasi utang-utangnya kepada Kreditur. Pengadilan memutus permohonan pernyataan pailit dan Putusan Pernyataan Pailit mengubah status hukum seseorang menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai, dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit diucapkan. DI dalam putusan tersebut, diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim Pengadilan (Pasal 15 ayat (1) UUK-PKPU).

Pasal 1 Angka 5 UUK-PKPU memberikan pengertian Kurator sebagai berikut:

“Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini.”

Para pihak dalam kepailitan sebagaimana di atas perlu memperhatikan asas-asas kepailitan, salah satunya Asas Kelangsungan Usaha, yaitu bahwa dalam UUK-PKPU, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan Debitur yang prospektif tetap dilangsungkan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 179 ayat (1) UUK-PKPU, jika tidak tercapai perdamaian antara Kreditur dan Debitur, Kurator atau Kreditur yang hadir dapat mengusulkan supaya perusahaan Debitur pailit dilanjutkan. Melanjutkan kelangsungan perusahaan ini yang disebut dengan going concern.

Usul going concern yang disampaikan oleh Kurator atau Kreditur tersebut wajib diterima jika disetujui oleh Kurator yang mewakili lebih dari setengah seluruh jumlah piutang yang diakui dan diterima dengan sementara, yang tidak dijamin hak agunan atas kebendaan (Pasal 180 ayat (1) UUK-PKPU). Apabila ternyata melanjutkan perusahaan Debitur pailit justru merugikan harta pailit, maka going concern ini dapat dihentikan atas permintaan Kreditor atau Kurator dan atas perintah Hakim Pengawas (Pasal 183 ayat (1) UUK-PKPU).

Going concern pada dasarnya dilakukan sebagai upaya menjaga dan/atau meningkatkan harta pailit. Dalam hal ini, aset-aset Debitur pailit dioptimalisasi agar nilainya meningkat. Khususnya apabila banyak dari aset-aset Debitur yang bersifat aset dengan special purpose. Aset special purpose adalah aset yang dominan pada saat operasi perusahaan, yang berarti manfaat dan nilainya ada ketika perusahaan itu beroperasi, misalnya seperti aset Kekayaan Intelektual berupa Hak Merek. Aset special purpose ini turun nilainya dalam likuidasi, oleh karena itu dilakukan going concern untuk mengoptimalisasinya.